Selasa, 15 Januari 2008

Pengaruh Penjualan Senjata AS ke Taiwan Terhadap Hubungan Cina - Taiwan

Pengaruh Penjualan Senjata AS ke Taiwan Terhadap Hubungan Cina - Taiwan
by: Santhi Margaretha and Friends

Factual Problem

SEJARAH CINA-TAIWAN
Setelah lebih dari 2000 tahun kekuasaan kerajaan, Cina melepaskan sistem dinastinya dengan gantinya sistem republik. Dinasti Qing dapat dikatakan lemah, Cina baru saja mengalami 100 tahun ketidakstabilan, mengalami pemberontakan baik di dalam negeri maupun terjadinya dominasi negeri asing. Sistem Neo-Konfusius dipertahankan oleh sistem dinasti, sekarang dipertanyakan seiring dengan hilangnya identitas budaya yang mengakibatkan munculnya 40 juta orang Cina yang mengkonsumsi opium pada tahun 1900.[1]
Republik Cina didirikan pada tahun 1912 menyusul revolusi yang dilancarkan oleh Dr. Sun Yat-sen melawan pemerintahan Dinasti Qing. Di kemudian hari, sesuai dengan tradisi pemerintahan di Tiongkok, tahun pemerintahan diganti menjadi tahun 1 Republik (Minguo Yuannian) untuk tahun 1912 Masehi. Republik Cina beribukota di Nanjing.[2]
Bagaimanapun juga keberadaan Cina daratan ditakuti oleh para penguasa, invasi Jepang, dan perang sipil yang berakhir pada tahun 1949 ketika Kuomintang (KMT), partai republik Cina yang ketika itu berkuasa, dipaksa untuk evakuasi ke pulau Taiwan oleh Komunis Cina. Disana KMT memproklamirkan Taipei sebagai ibukota propinsi dari Republik Cina Taiwan dan terus menganggap dirinya sebagai propinsi yang sah.[3]
Pada tahun 1949, Republik Cina dipimpin oleh Chiang Kai Shek yang berhaluan nasionalis kalah dari perang saudara dengan Partai Komunis Tiongkok (Zhongguo Gongchandang) pimpinan Mao Zedong dan mundur ke Taiwan. Mao Zedong kemudian memproklamirkan berdirinya negara baru Republik Rakyat Tiongkok di Beijing, yang kemudian diubah namanya menjadi Beijing dan ditetapkan sebagai ibukota negara baru tersebut.[4]
Wilayah Taiwan yang sekarang secara de facto merupakan wilayah Republik Cina pernah menjadi protektorat Jepang setelah peperangan Tiongkok-Jepang pada akhir abad ke-19 (1894-1895) ketika Tiongkok masih berada di bawah Dinasti Qing dari Manchuria yang berbuah kekalahan Tiongkok dan perjanjian Shimonoseki (1895) sampai berakhirnya masa Perang Dunia II dan Taiwan diambil alih oleh pemerintahan Kuomintang.[5]
Taiwan juga pernah dijajah oleh Belanda (1624), kemudian dibebaskan oleh Cheng Cheng-Kung (Koxinga) pada tahun 1662 , seorang loyalis Dinasti Ming ketika Dinasti Ming mengalami kekalahan dan digantikan oleh Dinasti Qing, dan mendirikan pemerintahan Kerajaan Tungning (1662-1683). Dengan Tainan sebagai ibukotanya, Dinasti Cheng melakukan serangkaian operasi militer dan upaya untuk kembali merebut Tiongkok daratan yang sudah dikuasai oleh Dinasti Qing (atau Dinasti Manchuria yang dianggap orang-orang Tiongkok/Han adalah dinasti asing). Seperti halnya pemerintahan Republik Cina pada masa pelarian Chiang Kai Shek dan Chiang Ching Kuo yang menyatakan akan merebut kembali Tiongkok daratan. Dinasti Qin akhirnya merebut pulau ini dari tangan Dinasti Cheng di bawah pimpinan Admiral Shi Lang sampai Jepang menguasai pulau ini (1895).[6]
Penyelenggaraan Republik Cina secara langsung dilaksanakan oleh kebangkitan Wuchang melawan dinasti Qing pada 10 Oktober tahun 1911. pemerintah Republik Cina dideklarasikan pada 1 Januari tahun 1912, dengan Sun Yat Sen sebagai Presiden propinsi yang terpilih pertama. Sebagai bagian dari kesepakatan dengan kaisar yang terakhir Puyi untuk melepaskan kekuasaannya, Yuan Shikai secara resmi terpilih sebagai presiden pada tahun 1913. Akan tetapi Yuan membubarkan kekuasaan KMT, tidak mempedulikan konstitusi propinsional yang menyatakan kekuasaan presidensial, dan akhirnya menyatakan dirinya sebagai seorang kaisar pada tahun 1915. akibatnya, para pendukung Yuan meninggalkan dirinya, dan banyak propinsi-propinsi yang menyatakan kemerdekaannya dan menyatakan bahwa mereka merupakan negara panglima perang. Yuan Shikai akhirnya meninggal pada tahun 1916. ini mendorong Cina memasuki pada dekade “kepanglimaperangan”.Sun Yat Sen, dipaksa ke pengasingan, ketika dirinya kembali ke propinsi Guangdong dengan bantuan dari panglima perang daerah selatan pada tahun 1917 dan 1920, berhasil untuk menjadi pesaing pemerintah secara berturut-turut. KMT didirikan kembali pada Oktober 1919.[7]
Pusat kekuatan di Beijing terus berusaha untuk mempertahankan kekuasaan. “Pergerakan 4 Mei” membawa banyak perubahan, dan juga menantang kekuatan dari daerah regional yang berbeda. Sebuah perdebatan yang menarik tentang cara Cina yang perlukan untuk menghadapi konfrontasi dengan Barat, pertama-tama dengan cara yang sangat terbuka dan luas. Setelah kesepakatan Versailles pada 4 Mei, protes seorang pelajar yang mengarahkan kepada sebuah pemberontakan yang berskala nasional. Pada saat itu paham Marxism menjadi sedikit populer dan dua orang protagonist yang terkenal pada saat itu (Li Dazhao and Chen Duxiu) memimpin orang-orang yang berada pada pergerakan komunis pada awalnya, yang akhirnya mengakibatkan terbentuknya Partai Komunis Cina pada Juli tahun 1921.[8]
Setelah kematian Sun Yat Sen yang tanggalnya tidak diketahui secara pasti pada bulan Maret tahun 1925, Chiang Kai Shek menjadi pemimpin KMT yang sangat penting, dengan dibantu oleh Uni Soviet yang mengalahkan panglima perang-panglima perang yang menyatukan Cina dibawah panji KMT. Para penasihat Soviet membantu menyediakan latihan, propaganda yang meresahkan, dan persenjataan Rusia. Akan tetapi, Chiang tidak lama membubarkan para penasihat Sovietnya, dan medorong keluar para kaum komunis dan golongan kiri dari KMT, yang menyebabkan perang sipil Cina yang dapat dikatakan berdarah pada tahun 1927. [9]
Bagaimanapun juga, invasi Jepang ke Manchuria pada tahun 1931 mengganggu kestabilan yang ada di Cina. Dengan semua kekerasan yang terjadi pada Second Sino-Japanese War pada tahun 1937-1945, mereka mendapatkan daerah kekuasaan yang sangat luas. Dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu pada tahun 1945, Cina berhasil menang dan Republik Cina menjadi salah satu dari pendiri PBB.[10]
Perang sipil antara kaum Komunis dangan kaum Nasionalis berlanjut kembali dan menjadi lebih intensif setelah menyerahnya Jepang pada tahun 1945, walaupun superioritas dan bantuan Amerika Serikat sampai tahun 1947, serangkaian kesalahan taktik militer dan inflasi yang meruncing mengakibatkan menangnya kaum Komunis pada tahun 1949.[11]
Konstitusi dari Republik Cina diaangkat sebelum dari kejatuhan Cina daratan kepada kaum Komunis dan diciptakan dengan tujuan untuk membentuk sebuah koalisi pemerintah antara kaum Nasionalis dengan kaum Komunis untuk memerintah seluruh Cina, termasuk Taiwan didalamnya. Akan tetapi bagaimanapun juga, CCP memboikot pertemuan nasional, dan juga perlu untuk dicatat, bahwa perwakilan orang-orang Taiwan sebelumnya tidak dipilih. Selanjutnya bahwa sangat jelas dimana Chiang Kai-shek mau tetap untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai seorang pemimpin yang otoritarian.[12]
Dikarenakan Taiwan pada saat itu masih berada dibawah kekuasaan hukum militer dari tahun 1948 sampai 1987, banyak dari konstitusi yang tidak berlaku. Sejak diangkatnya hukum militer, Republik Cina telah melalui suatu proses demokratisasi dan reformasi yang drastis, menyingkirkan komponen-komponen legalisasi yang sebelumnya diperuntukkan pemerintahan Cina daratan. Proses amandemen ini terus berlanjut hingga kini sebagaimana pemerintah berusaha untuk mereformasi dirinya. Pada bulan Mei tahun 2005, sebuah pertemuan nasional diselenggarakan untuk mengurangi jumlah kursi parlementer dan implementasi beberapa reformasi konstitusional. Reformasi-reformasi ini telah dilalui, dengan pertemuan nasional tersebut yang intinya melakukan voting untuk menghentikan dirinya sendiri dan pemberian kekuatan dari reformasi konsitusional kepada pemilihan yang populer.[13]
Dalam kasus Taiwan, Cina menganggap Taiwan sebagai gerakan separatis dan menanggapinya dengan agresif. Baik dengan menggunakan cara-cara yang diplomatis maupun dengan menggunakan kekuatan militer. Awal konflik ini terjadi pada tahun 1950 (perang Korea), Amerika Serikat (AS) turut campur dalam konflik ini dan mengerahkan pasukannya ke Teluk Taiwan. Ini adalah intervensi pertama AS dalam konflik antara pulau dan tanah utamanya. Intervensi AS dalam konflik ini ditujukan untuk menciptakan buffer zone terhadap kekuatan komunis di Asia.[14] Kemudian pada tahun 1960 Taiwan mencoba menyatakan kemerdekaannya terhadap Cina. Pada saat itu Cina belum memilki hubungan dengan negara-negara lain. Tetapi pada tahun 1971 AS dan negara-negara lainnya mulai mengembangkan hubungannya dengan Cina, dibukanya hubungan ini mengakibatkan AS memutuskan perjanjian pertahanan dengan Taiwan.
Kemudian Cina mengambil langkah berikutnya dengan dibuatnya One China Policy yang artinya adalah prinsip yang menyatakan bahwa hanya ada satu Cina termasuk mainland Cina, Tibet, Hong Kong, Macao, Xinjiang, dan Taiwan. Hubungan diplomatis dengan Cina hanya dapat dilakukan apabila ada pengakuan atas One China Policy. One China Policy ini diformulasikan oleh pemerintahan Republik Cina sebelum tahun 1990.[15]

PERDAGANGAN SENJATA

Sejak kunjungan bersejarah Presiden Nixon pada tahun 1972, AS telah membangun hubungan yang lebih dekat dengan Cina daratan dan mereduksi status diplomatik Taiwan menjadi tidak sebagai negara. Pada tahun 1982, Presiden Reagan telah menandatangani Shanghai Communiqué, berjanji untuk mengurangi penjualan senjata ke Taiwan secara perlahan dan untuk menghindari penjualan senjata yang bersifat offensif. Penjualan senjata ke Taiwan oleh AS menurun selama 1980an ketika AS mulai membantu Cina daratan meningkatkan teknologi senjatanya. Trend ini menjadi terbalik setelah peristiwa Tiananmen 1989 di Beijing. Program AS untuk membantu pengembangan senjata Cina daratan terhenti. Perdagangan senjata ke Taiwan meningkat dan Taiwan mengimpor senjata lebih besar dari pada Cina di sepanjang tahun 1990an. (Russia sekali lagi menjadi penyokong senjata Cina.). Maka, kenyataannya Shanghai Communiqué hanya menjadi perjanjian mati. Sekarang Taiwan sangat dipersenjatai membuat Cina tidak bisa bertindak menggunakan instrumen militer untuk menghadapinya.[16]
Dengan adanya perdagangan ini membuat Taiwan lebih dari cukup untuk memimpin dalam perlombaan senjata dengan Cina daratan. Taiwan melebihi kebutuhan minimum untuk memastikan balance of power di selat Taiwan. Cina, yang mana persediaan senjatanya lebih sedikit, mungkin akan terdorong untuk menambah pengeluarannya untuk membeli senjata baru, menstimulasi perlombaan senjata yang lebih parah di Asia Timur, dan membahayakan stabilitas keamanan di kawasan. AS harus sangat berhati-hati dalam menjual senjata ke Taiwan, dan perlombaan senjata baru hanya akan menguntungakan pembuat senjata.[17]
Presiden George W. Bush memutuskan pada tahun 2003 untuk menawarkan Taiwan paket senjata terbesar semenjak ayahnya menjual bermacam-macam kapal perang dan pesawat F-16 ke Taiwan dekade yang lalu. Bush menolak Taiwan untuk pembelian item paling mahal dan kontroversial : empat Arleigh Burke-class destroyers dilengkapi dengan system radar Aegis. Bush benar-benar menyetujui dua system senjata yang lain yang ditentang Cina : delapan kapal selam dan 12 pesawat patroli anti-kapal selam P-3C (model sama dengan versi berbeda yang terlibat dalam kejadian pesawat pengintai baru-baru ini dengan Cina). Juga ditawarkan oleh AS empat Kidd-class penghancur rudal. Walaupun ini tidak secanggih Arleigh Burke-class, tetapi lebih besar dua kali lipat dari semua kapal perang Taiwan yang pernah ada dan lebih kuat dari penghancur milik Cina. Ini akan menjadi tambahan yang sangat berarti bagi angkatan laut Taiwan.[18]
Yang paling penting, bagaimanapun juga, adalah kapal selam. Baru-baru ini, Taiwan mampu menggagalkan usaha Cina untuk memblokade pulau Taiwan. Angkatan Udara Taiwan bisa menyebabkan kerugian bagi kegiatan perkapalan Cina dalam sekitar 1000 km dari Taiwan. Dengan kapal selam barunya, bagaimanapun, akan memberikan kemampuan untuk menyerang kegiatan perkapalan Cina di seluruh laut di Asia Timur. Taiwan dapat menghancurkan kegiatan perdagangan melalui laut. Kemampuan Cina untuk mengganggu perdagangan Taiwan lebih terbatas.[19]
AS telah menggagalkan penjualan kapal selam modern kepada Taiwan untuk beberapa tahun karena kapal selam tersebut merupakan senjata offensif yang tidak diperlukan pertahanan Taiwan. Taiwan pada saat itu hanya mempunyai dua kapal selam buatan Belanda dan dua kapal selam bekas AS, yang sangat tua, digunakan untuk latihan. AS dan Inggris hanya membuat kapal selam tenaga nuklir dengan harga yang mahal. Kapal-kapal Taiwan kemungkinan dibuat oleh Jerman, Belanda, Perancis, Itali, Jepang, Rusia, atau Swedia. Sehubungan dengan ini dua negara pertama sepertinya akan menjadi kandidat kuat karena mereka tidak begitu peduli akan nantinya menyinggung Cina dari pada negara lain. Kapal selam modern Jerman Tipe 209 diekspor kebanyak negara, Korea Selatan dan beberapa negara ASEAN. Tipe 209 ini sedikitnya seimbang dengan kapal selam Kilo class buatan Rusia yang diimpor oleh Cina. Dapat kita lihat bahwa AS dapal meyakinkan Jerman, Belanda, atau beberapa negara lain untuk membuat kapal selam untuk Taiwan.[20]
Pada tahun 1995 Presiden Taiwan (Lee Teng-hui) menguatkan hubungannya dengan AS, beliau mengunjungi AS dan bertemu dengan Presiden Clinton. Tindakan ini dibalas oleh Cina dengan mengadakan percobaan penembakan misil, tindakan ini banyak disebut-sebut orang sebagai tindakan untuk mempengaruhi pemilihan umum dengan pamer kekuatan. Taiwan yang sudah melakukan hubungan dengan AS mendapatkan dukungan dari negara adikuasa tersebut, AS merespon tindakan Cina dengan pengiriman kapal perang ke Teluk Taiwan. AS melakukan hal ini karena tidak ingin Cina menjadi the only big power di Asia Pasifik. Cina membalas tindakan ini dengan berbagai pengembangan senjata, bahkan pada bulan maret 2006 Taiwan mengeluh pada Cina yang telah mengembangkan kemampuan penyerangan militernya secara besar-besaran. Bahkan disebut-sebut bahwa Cina mengarahkan sedikitnya 700 buah misil balistiknya ke arah Taiwan.[21] Hal ini diprotes habis-habisan oleh rakyat Taiwan yang mengatakan bahwa nasib Taiwan bukan ditentukan oleh 1,3 milyar penduduk Cina melainkan di putuskan oleh 23 juta penduduk Taiwan.[22]
Proses unifikasi pun berjalan alot dan sulit untuk mencapai kesepakatan. Selain itu para penduduk Taiwan pun berpendapat bahwa daripada mengatasi masalah itu Presiden Chen Shui-bian lebih baik mengatasi permasalahan ekonomi yang sedang melanda negeri Taiwan. Walaupun begitu ada juga penduduk Taiwan yang berharap Taiwan segera merdeka dari Cina karena menganggap bahwa Cina berbeda dari Taiwan, bahkan kebudayaannya pun berbeda; selain itu ada juga yang mengatakan bahwa penduduk Taiwan terbagi dua, yaitu orang-orang yang mendukung unifikasi dan yang menentangnya.[23]
Perkembangan terakhir dari isu ini terlihat pada kunjungan Presiden Hu Jintao ke AS, Presiden Hu Jintao menyatakan bahwa Cina tetap berambisi untuk menyatukan Taiwan dengan One China Policy-nya. Apabila Taiwan melakukan tindakan-tindakan yang ekstrim maka Cina mungkin akan menggunakan kekuatan militernya terhadap Taiwan (hal ini bisa saja terjadi karena seperti yang kita ketahui, kekuatan militer Cina semakin bertambah kuat tahun demi tahun).[24]
Banyaknya persenjataan yang diperjualbelikan oleh AS kepada Taiwan dan banyaknya perkembangan senjata yang dilakukan oleh Cina membawa konflik ini menjadi suatu konflik yang mengancam keamanan tidak hanya dalam lingkup domestik tetapi dalam lingkup yang lebih luas lagi.


Research Question

Apa pengaruh penjualan senjata AS ke Taiwan terhadap Hubungan Cina - Taiwan?


Analisis

Apabila kita melihat isu dengan menggunakan sudut pandang neo-realis maka pihak Cina sebagai power di kawasan Asia Pasifik yang terus meningkatkan kekuatannya demi mengimbangi power dari negara Taiwan yang didukung AS pada masa-masa tertentu dapat terlihat bahwa Cina menerapkan konsep balance of power. Sebaliknya dari pihak Taiwan pun konsep balance of power tidak diabaikan, seperti kita lihat di atas Taiwan meminta bantuan AS sebagai negara adi kuasa di dunia untuk menjadi aliansinya. Walaupun mungkin usaha-usaha ini tidak sepenuhnya berhasil karena ada saat-saat di mana AS tidak mendukung Taiwan sepenuhnya, terutama pada saat Cina mulai mengeluarkan One China policy-nya yang menyatakan bahwa Taiwan sebagai kesatuan dengan Cina, pada saat itu AS pun menyatakan kalau mereka mendukung kebijakan negeri tirai bambu tersebut.
Konsep neo-realis pun terlihat pada negara Cina yang tidak mau mempercayai siapapun pada saat awal-awal terjadinya konflik ini. Seperti konsep neo-realis yang memang selalu memiliki kecurigaan kepada siapapun dan tidak mau melakukan kerjasama dengan negara manapun. Bahkan sikap agresif yang merupakan ciri dari neo-realis pun terlihat dari tindakan Cina, contohnya peningkatan besar-besaran dalam kapabilitas militernya dan kecurigaan Taiwan kepada Cina yang disebut-sebut mengarahkan kurang lebih 700 buah rudal balistiknya ke arah Taiwan.
Berbagai tindakan Cina dalam mengatasi konflik ini menciptakan security dilemma baik di kawasan Asia Pasifik maupun dalam lingkup global karena seperti yang kita ketahui bersama Cina memiliki teknologi nuklir yang dapat menjadi ancaman bagi semua negara di dunia. Mungkin karena hal inilah AS masih ikut campur dalam berbagai konflik yang terjadi antara Cina-Taiwan; Karena AS merasa terancam atas keberadaan nuklir di Cina yang dapat menjadi ancaman juga bagi dirinya.
Neo-realis menggunakan realisme klasik sebagai esensi dasarnya, teori ini menggunakan beberapa konsep di antaranya konsep human nature untuk menjelaskan politik internasional. Tetapi para pemikir neo-realis mengembangkan teori ini yang menguntungkan strukturnya, yaitu dari strategi dan motivasinya aktor-aktornya.[25] Struktur internasional desentralisasi tidak memiliki otoritas sentral maupun anarki, negara berperan sebagai unit politis yang berdaulat. Peran negara diminimalisir dan negara hanya bertindak untuk mempertahankan keberadaannya saja. Peran mempertahankan keberadaan dirinya ini menjadi faktor utama dalam tindakan-tindakannya, tindakannya mempengaruhi sikap negara dan memastikan pengembangan dalam kapabilitas militer yang berguna untuk meningkatkan power-nya. Neo-realis cenderung memiliki ketidakpercayaan kepada negara-negara lain, yang mengakibatkan negara penganutnya harus selalu siap siaga untuk bertindak dan memiliki sikap yang agresif. Negara sebenarnya terikat dengan negara-negara lainnya dalam konteks “saling membutuhkan” tetapi dalam Neo-realis negara tidak dapat mencapainya karena memilki ketidakpercayaan. Dikarenakan ketidakpercayaan tersebut maka struktur negara pun menjadi berubah. Perubahan ini membatasi kerjasama antar negara. Kemampuan dari tiap negara untuk memaksimalkan power menghasilkan balance of power, yang nantinya membentuk hubungan internasional dan juga mengakibatkan security dilemma pada semua Negara di dunia.[26] Dikarenakan tingginya tingkat ketidakpercayaan dalam suatu negara penganut neo-realis maka perdamaian melalui organisasi internasional adalah tidak mungkin, ketidakpercayaan yang sangat tinggi itu bahkan membuat tidak adanya rasa percaya pada organisasi internasional.
Threat Relations Triangle

AS
CINA
TAIWAN

Arms sales

Taiwan gives China Threat and Vice Versa
Indirect threat

Ø AS – Taiwan : Arms Sales
Perdagangan senjata yang dilakukan antara Amerika Serikat dengan Taiwan, telah meningkatkan ketegangan di selat Taiwan. AS sangat berang dengan Cina sehubungan dengan peristiwa Tiananmen, AS memutuskan untuk mengubah haluan untuk membantu dan mempersenjatai Taiwan. Taiwan merasa senang dengan bantuan ini mengingat AS sebagai negara adidaya yang mungkin mampu dan dapat mempercepat pendeklarasian kemerdekaan Taiwan lepas dari Cina. Dalam perdagangan ini, Taiwan membeli delapan kapal selam dan 12 pesawat patroli anti-kapal selam P-3C dari Amerika Serikat. Hasilnya, Cina yang semula memiliki kemampuan lebih di bidang militer dibandingkan Taiwan, tidak dapat lagi semena-mena dan begitu saja mendominasi Taiwan. Terlebih lagi, Taiwan mampu menggagalkan usaha Cina untuk memblokade pulau Taiwan yang secara jelas sangat merugikan Cina dalam usahanya mengisolasi Taiwan.
Jelas bahwa, Taiwan seharusnya dapat dikatakan hebat karena melaksanakan reformasi yang signifikan terhadap sistem ekonomi dan politiknya, terutama jika dibandingkan dengan Cina yang otoritarian. Akan tetapi itu bukan berarti bahwa Amerika Serikat pantas untuk membahayakan tanah airnya dengan pertentangan yang melibakan kekuatan nuklir untuk membantu sebuah negara yang posisinya tidak terlalu penting untuk keamanan Amerika Serikat. Akan tetapi sebaliknya, Amerika Serikat seharusnya menjual persenjataan kepada Taiwan untuk mempertahankan dirinya. Untuk Taiwan sendiri, mempertahankan dirinya sendiri merupakan jalan keluar yang lebih baik dibandingkan dengan mengandalkan kekuatan super sekutunya yang mungkin saja senjata nuklirnya tidak konsisiten lagi untuk membela dirinya yang diancam oleh Cina.

Ø Cina – Taiwan
Hubungan Cina dan Taiwan semakin memburuk setelah Taiwan selalu berusaha untuk melepaskan diri dari Cina dengan pendeklarasian kemerdekaannya. Sedangkan dari sisi Cina, Taiwan merupakan sebuah gerakan separatis yang sangat meresahkan dirinya bagaikan duri dalam daging. Cina menangkal gerakan Taiwan dengan menggunakan kekuatan militernya. Secara keseluruhan semua tindak tanduk baik dari Cina maupun Taiwan membuat semakin memburuknya hubungan antara kedua negara.
Ekonomi Cina ukurannya empat kali lebih besar daripada ekonomi Taiwan dan tampak bahwa tingkat pertumbuhannya lebih cepat. Perbedaan ekonomi antara Cina dengan Taiwan dapat mengarahkan kepada perbedaan tingkat militer. Walaupun demikian, secara informal Amerika Serikat memberikan jaminan keamanan kepada Taiwan melawan persenjataan nuklir Cina yang beresiko. Taiwan memiliki beberapa keunggulan militer yang dapat dieksploitasi. Pertama-tama, Taiwan dapat menggunakan strategi “landak” untuk menggetarkan Cina, Taiwan tidak perlu memenangkan konflik dengan Cina yang lebih kuat. Taiwan hanya perlu membuat kerusakan pada kekuatan Cina. Kedua, Taiwan dapat memiliki keuntungan untuk mempertahankan sebuah pulau melawan serangan yang bersifat “amphibi”, yang kenyataannya serangan yang sulit untuk dilaksanakan. Ketiga, dikarenakan oleh kekuatan maritim Taiwan yang superior (termasuk didalamnya kemampuan untuk berperang dengan anti kapal selam) dan pertahanan kepada satuan pertahanan udara dan dominasi serta kontrol, bahkan sebagian blokade maritim Cina akan sulit untuk dilaksanakan atau dicapai. Keempat,serangan misil Cina kepada Taiwan dapat diserang balik dengan pertahanan pasif yang lebih hebat dan serangan pada tanah air Cina oleh kekuatan udara Taiwan.

Ø Cina - AS
Cina menjadi ancaman bagi Amerika Serikat di kawasan seiring dengan meningkatnya kekuatan militer dan persenjataan Cina mengakibatkan AS merasa tidak tenang dengan kondisi di kawasan Asia Pasifik yang menempatkan Cina sebagai kekuatan besar di kawasan Asia Pasifik. Ditunjang dengan perekonomian Cina yang sedang booming membuatnya dapat meningkatkan anggaran pertahanannya demi memperkuat militernya. Cina secara tegas menentang adanya perdagangan senjata antara AS – Taiwan, Cina berusaha mengimbanginya dengan perkembangan teknologi persenjataan secara besar-besaran terutama dibantu Rusia karena AS lebih dekat dengan Taiwan sehubungan dengan peristiwa Tiananmen. Hal ini merupakan langkah yang cukup berhasil, bahkan saat ini Cina telah memiliki armada kapal selam yang cukup kuat dan tidak dapat dipandang sebelah mata oleh negara manapun di dunia ini.


Analisis berdasarkan jenis ancaman

Type of Threats

States
Non-state Actors
Military
I
Great and regional powers, arms races, interstate war

II
Intra-state conflict, international terrorism etc
Non-Military
III
Economic sanctions,
Trading blocs etc
IV
Transnational crime, deforrestation etc

Dari sudut pandang Cina, konflik ini berada pada kuadran II. Usaha pemisahan diri Taiwan merupakan Intra-state conflict atau gerakan separatis. Gerakan separatis ini termasuk dalam jenis war of secession, dan Taiwan berperan sebagai aktor yang ingin melepaskan diri dari Cina. Konflik ini termasuk pada war of inequality karena posisi Taiwan yang tidak seimbang dengan Cina apabila Taiwan tidak memiliki dukungan dari AS.
Taiwan di konflik ini berperan atau mengklaim diri sebagai negara berdaulat yang berhak untuk memperkuat militer dan mempunyai pemerintahan sendiri. Apalagi seperti yang kita ketahui Taiwan memiliki dukungan dari AS dalam bidang persenjataan. Dilihat dari sudut pandang Taiwan konflik ini merupakan jenis ancaman yang terdapat di kuadran I. Tindakan Taiwan ini termasuk dalam war of secession, dan Taiwan berperan sebagai aktor yang ingin melepaskan diri dari Cina. Konflik ini termasuk pada war of inequality karena tidak adanya balance of power antara Cina dan Taiwan.
AS berperan sebagai penyuplai senjata bagi Taiwan demi menyaingi kekuatan Cina di kawasan. Jadi dari sudut pandang AS ancaman yang diterima olehnya adalah sebuah ancaman tidak langsung, yaitu terdapat kekuatan baru yang mengancam hegemoni AS di kawasan Asia Pasifik. Karena dengan adanya kekuatan Cina di kawasan dapat mengakibatkan menurunnya pengaruh AS di kawasan Asia Pasifik. Hal ini relevan dengan kuadran I. Karena AS ingin mencapai balance of power dan dengan turut campurnya AS dalam konflik Taiwan, AS dapat menciptakan rival bagi Cina. Sehingga kekuatan Cina di kawasan Asia Pasifik dapat diredam dan tercipta balance of power di kawasan.
Menurut data sukarela yang diberikan AS kepada PBB, AS antara tahun 1995 sampai 2003 telah menjual 440 tank; 171 pesawat tempur; termasuk 150 F-16 pesawat jet; 28 artileri berat; 66 helikopter tempur; 15 kapal perang; dan 1115 rudal kepada Taiwan. China telah memprotes laporan yang diberikan ini dengan menunda laporan tahunan perdagangan senjatanya kepada PBB. [27]

Sources: Defense Security Cooperation Agency, China’s Feb. 2000 White Paper on Taiwan, UN Conventional Arms Register

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penjualan senjata AS kepada Taiwan tidak semata-mata untuk kepentingan Balance of Power di kawasan saja, tetapi juga merupakan sumber penghasilan yang cukup besar bagi AS.



Type of Threats and (Possible) Solutions


States
Non-state Actors
Military

I
Deterrence, Compellence, Defence
II
Democracy, Intervention
Non-Military

III
Development, Diplomacy
IV
Enforcement

Konflik Cina-Taiwan ini membawa kawasan Asia Pasifik menjadi arena perlombaan senjata dan yang terjadi ialah usaha-usaha penggentaran dari kedua belah pihak. Jadi permasalahan ini relevan dengan kuadran I. Karena dalam kuadran I ini terdapat perlombaan senjata yang terlihat dalam persaingan antara Cina dan Taiwan, yang ditujukan untuk terciptanya penggetaran kepada negara rivalnya. Penggetaran yang dilakukan oleh kedua negara dilakukan demi menghilangkan insecurity dari tiap-tiap negara, sehingga keamanan domestik pun dapat diwujudkan. Cina pun berusaha membuat Taiwan gentar dengan ancaman-ancaman militer yang mungkin akan dilakukan apabila Taiwan bertindak tidak sesuai dengan kemauan Cina daratan. Meskipun Taiwan ditekan oleh Cina, ia tidak gentar mengetahui AS berdiri dibelakangnya. Situasi ini membuat Cina berpikir dua kali untuk menggunakan kekuatan militer terhadap Taiwan. Apabila Cina sampai menggunakan kekuatan militer atau senjata nuklirnya terhadap Taiwan mungkin akan mengundang retaliation dari AS. Deterrence sangat berhubungan dengan senjata non-konvensional atau bisa disebut senjata nuklir. Taiwan yang tidak mempunyai kekuatan nuklir jelas merasa tidak aman dengan senjata nuklir Cina yang dapat menghancurkan Taiwan dalam sekejap. Tetapi dengan hadirnya AS dikawasan ini terciptalah balance of power mengingat AS sebagai negara dengan kapabilitas nuklir terbesar di dunia.

Kesimpulan

Dengan latar belakang perkembangan globalisasi secara mendalam serta interdependensi antar negara yang semakin meningkat, ancaman keamanan global telah menjadi lebih beragam dan saling berkaitan. Dalam konteks hubungan Cina dan Taiwan, tampak semakin kompleks dan semakin memburuk seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini diperkeruh dengan tindakan Taiwan yang selalu berusaha untuk melepaskan diri dari Cina, dengan mencoba mendeklarasikan kemerdekaannya. Cina sendiri menganggap Taiwan sebagai sebuah gerakan separatis yang sangat meresahkan dirinya bagaikan duri dalam daging. Cina menangkal gerakan Taiwan dengan menggunakan kekuatan militernya, yang kemudian direspon Taiwan dengan meningkatkan kekuatan persenjataannya dengan mengimpor senjata-senjata termutakhir dari Amerika Serikat.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perdagangan senjata antara Amerika Serikat dan Taiwan berdampak pada meningkatnya ketegangan hubungan antara Cina dan Taiwan. Hal ini terjadi karena Amerika Serikat sendiri juga memiliki hubungan dekat dengan Cina yang juga mendukung One-China Policy. Karena kerterkaitannya dengan kedua negara tersebut ( Cina dan Taiwan ), AS sendiri berada dalam posisi yang sulit. Selain harus konsisten untuk tetap mendukung One China Policy, Amerika Serikat pun tidak dapat mengabaikan kepentingannya di kawasan Asia Pasifik untuk menciptakan Balance of Power di kawasan tersebut, yakni untuk menciptakan kekuatan penyeimbang bagi Cina dengan menjual senjata-senjata termutakhir kepada Taiwan.
Isu ini masih berkembang hingga saat ini dan perkembangannya masih belum dapat diketahui akan ke arah diterapkannya One China policy atau tercapainya kemerdekaan bagi Taiwan, tetapi isu ini masih menjadi sebuah fenomena di kawasan Asia Pasifik yang sangat menarik untuk diteliti.




DAFTAR PUSTAKA

Website:
www.armscontrol.org
www.fpif.org
www.id.wikipedia.org
www.news.bbc.co.uk
www.pbs.org


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Cina
[2] ibid
[3] ibid
[4] ibid
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Cina
[6] ibid
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Cina
[8] ibid
[9] ibid
[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Cina
[11] ibid
[12] ibid
[13] ibid
[14] http://www.pbs.org/newshour/bb/asia/Cina/Cina-taiwan.html
[15] http://en.wikipedia.org/wiki/One-China_policy
[16] http://www.fpif.org/commentary/0104taiwanarms.html
[17] ibid
[18] http://www.fpif.org/commentary/0104taiwanarms.html
[19] ibid
[20] ibid
[21] http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/asia-pacific/4769964.stm
[22] http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/asia-pacific/4758410.stm
[23] ibid
[24] http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/asia-pacific/4916612.stm
[25] http://en.wikipedia.org/wiki/Neo-realism
[26] http://en.wikipedia.org/wiki/Neo-realism
[27] U.S. Conventional Arms Sales to Taiwan ARMS CONTROL ASSOCIATION.pdf. Web site: www.armscontrol.org

1 komentar:

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Penjualan senjata ke Taiwan akan memicu kemarahan Tiongkok