Selasa, 15 Januari 2008

Bangkitnya Amerika Latin

Bangkitnya Amerika Latin
by: Santhi Margaretha





PENDAHULUAN

Pengadaan Pertemuan 118 pemimpin negara-negara yang tergabung dalam Gerakan Non Blok (GNB) di Havana, Kuba, pada tanggal 15-16 september 2006, menyuarakan sistem politik dunia yang hegemonik dan menggunakan ekonomi sebagai kekuatan penekan. Dengan demikian, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB ini pun berubah menjadi “pesta pora” mengecam Amerika Serikat.
Pertemuan yang mempertemukan presiden Iran, Mahmud Achmadinejad, yang jelas-jelas anti-AS dan anti-Israel, serta presiden Siria Basha Assad yang mempunyai sikap yang sama, merupakan pertanda yang tidak menguntungkan sama sekali bagi kepentingan atau citra AS yang juga dihadiri presiden Bolivia, Evo Morales, sekutu dekat Hugo Chavez, Presiden Venezuela, membuat pertemuan di Havana ini menjadi peristiwa yang penting bagi perkembangan gerakan di dunia untuk melawan hegemoni imperialisme AS dan neo-liberalisme.[1]
Apa yang terjadi di Amerika Latin dewasa ini, merupakan perkembangan yang amat penting sekali, bahkan terpenting, sesudah terjadinya Perang Dunia ke-II dan selesainya Perang Dingin. Dengan munculnya kapitalisme yang diusung oleh Amerika Serikat ke dunia internasional, maka memicu munculnya pihak-pihak yang menentangnya. Dalam hal ini negara-negara di Amerika Latin yang mepunyai sikap akan anti Amerika Serikat. Dalam hal ini actor yang terlibat bukan hanya negara yang diwakilinya namun juga individu yang menggerakkannya.
Dapat kita lihat bahwa akhir-akhir ini Bush sangat disibukkan dengan urusan di Iraq dan perang melawan teror namun Ia tidak sadar bahwa kebobolan terbesar justru terjadi di titik terdekat jantung Amerika Serikat sendiri yakni Amerika Latin, kemenangan beberapa pemimpin Kiri di Amerika Latin mau tidak mau akan menjadi trend ancaman terhadap Amerika Serikat. Secara politik, aliansi Negara-negara Amerika Latin menuju konsolidasi yang sangat strategis seperti penolakan terhadap sistem ekonomi pasar bebas, kebijakan politik yang anti AS dipicu dengan adanya dukungan rakyat negara-negara tersebut terhadap pemimpin kiri mereka yang sangat kuat, ini bisa kita lihat dalam terpilihnya Evo Morales sebagai presiden Bolivia dengan angka kemenangan fantastis 53,899 % suara mendukung. Kemenangan Nestor Kirchner di Argentina, serta tanda-tanda kemenangan yang ditunjukkan Calon presiden Michelle Bachelet di Chili. Beberapa nama berhaluan kiri lainnya tampil dipanggung politik Amerika Latin, Lula Da Silva di Brazil, Hugo Chaves di Venezuela, Tabar Vazquez di Uruguay, Lucio Gutierea di Equador, Ollanda Humala di Peru, Andres Manuel Lopez di Meksiko, Fidel Castro di Kuba, Evo Morales di Bolivia dan Daniel Ortega di Nikaragua.
Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas kebijakan Hugo Chavez, Fidel Castro, dan Evo Morales digambarkan sebagai tiga pemimpin yang paling vokal dalam gerakan sentimen anti Amerika Serikat ini. Hal ini menyebabkan salah satu alasan sebagai kebangkitan sosialisme di Amerika Latin sendiri dan Inilah yang akan menghantui pemerintah AS dan sekutu-sekutunya di Amerika Latin. Penyebabnya adalah pernyataan Presiden Venezuela Hugo Chaves bersama beberapa negara Amerika Latin lainnya yang mencanangkan kebangkitan Sosialisme Abad 21. Tidak seperti gerakan Revolusi Sosialisme tahun dekade tahun 1900-an yang lebih bersifat anti imperialisme dan berbau semangat nasionalis serta menggunakan kekuatan bersenjata gerilya, Gerakan kebangkitan Sosialisme yang dicanangkan negara-negara Amerika Latin lahir dari issue kemiskinan dan ketidakadilan sistem ekonomi yang dalam penilaian mereka sangat kapitalistik dan berpihak pada segelintir pemilik modal saja.[2] Sehingga dapat dimengerti bahwa terbangunnya poros anti-AS tersebut betul-betul akan merupakan tantangan besar atau bahaya nyata bagi pengaruh hegemonis AS di benua Amerika Latin.









ISI


THREATS
Penciptaan ancaman bagi AS

Menimbulkan kesatuan melawan AS

THREATS : imperialisme dan kapitalisme AS
Security
National Interest
Amerika Latin





Gerakan Anti AS


Kasus Amerika Latin akan menjadi salah satu duri terbesar Bush dalam masa pemerintahannya, pendekatan tradisional berupa operasi militer tidak akan dengan mudah digunakan oleh AS, selain tidak dimungkinkan secara politik sebab proses transisi di Amerika Latin berlangsung secara demokratis, secara geografis juga sangat menyulitkan, operasi militer ke Amerika Latin hanya akan meningkatkan ketegangan dan ancaman keamanan di Amerika Serikat, mengingat letak negara-negara tersebut sangat dekat dengan Amerika Serikat, kondisi perbatasan yang memanas akan secara langsung meningkatkan ancaman dalam negeri Amerika Serikat, bisa dibayangkan ketika negara-negara di Amerika Latin seperti Kuba misalnya, menghujani kota-kota besar di AS dengan senjata rudal jarak sedang, sejarah masih mencatat bagaimana Amerika begitu panik ketika pada tahun 1962, Uni Soviet (sekarang Rusia) mengirim kapal-kapal yang mengangkut rudal ke kuba, dengan rudal yang diluncurkan dari Kuba itu berarti setengah wilayah Amerika bisa hancur.
Salah satu dari berbagai pertanda tentang pentingnya perkembangan di Amerika Latin dapat dilihat dari diselenggarakannya World Social Forum (WSF)[3] yang mencerminkan corak politik anti-neoliberalisme dan anti-AS yang lebih menonjol. WSF Caracas diliputi suasana “kemenangan kiri” di benua Amerika Latin. Tokoh-tokoh pemimpin seperti di negara Kuba, Venezuela, Bolivia, Cili, Argentina, dan perkembangan kiri di Peru serta Meksiko, seperti yang banyak dibicarakan orang selama dilangsungkan WSF memberi nuansa ideocyncretic kiri yang kuat, kecenderungan kharismatik pemimpin yang condong kekiri akan memimpin negaranya mengikuti tujuannya yaitu anti imperialisme dan kapitalisme AS.
Latar belakang yang mendorong bangkitnya aliansi ini adalah perekonomian liberal yang coba diterapkan oleh lembaga moneter internasional di Amerika Latin dimana perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi selama ratusan tahun di negara-negara Amerika Latin telah menguras kekayaan alam di kawasan itu. Langkah-langkah dominasi dan hegemoni AS di negara-negara Amerika Latin, dukungan AS terhadap rezim-rezim diktator, dan langkah represif AS dalam menggulingkan pemerintahan pilihan rakyat, telah meningkatkan sentimen anti AS di kawasan itu. Selain itu, standar ganda yang diterapkan AS dalam isu-isu semisal demokrasi dan terorisme telah membuat rezim Washington dan partai-partai dukungan rezim ini di Amerika Latin, kehilangan kepercayaan dari rakyat dan ini semakin memperburuk kondisi di Amerika Latin.
Seperti contohnya, pada tahun 1990-an, Argentina mengalami krisis ekonomi besar-besaran dan berakibat ke ketidakstabilan kondisi politik dalam negeri Argentina, dalam sebulan Argentina sempat mengalami pergantian presiden sebanyak tiga kali. Dampak lainnya dirasakan hampir di seluruh Amerika Latin yang mengalami kemiskinan yang semakin melilit, hal ini karena perekonomian liberal yang disama ratakan penerapannya tanpa melihat apakah negara tersebut siap dan mampu atau belum, sistem ini hanya didasarkan pada ambisi AS semata sehingga tidak heran apabila sistem ini gagal menciptakan kesejahteraan, dan yang tersisa untuk Amerika Latin adalah eksploitasi dan hutang yang semakin menumpuk. Ditambah lagi AS membelanjakan satu triliun dolar AS setahun untuk senjata dan tentaranya[4]. Ini akan meningkatkan hegemoni dan keberingasan AS dan mengancam Amerika Latin dan memperlihatkan ketidakadilan dan kesenjangan dunia yang semakin timpang yang segera diakhiri
Kehadiran para pemimpin negara yang hadir pada pertemuan KTT di Havana yang dihadiri wakil dari lebih 100 negara, termasuk Korea Utara dan Iran, musuh bebuyutan Amerika Serikat, dan juga sekutu-sekutu seperti Filipina dan Yordania.[5] yang memiliki sikap yang sama yaitu anti bush, merupakan pertanda yang tidak menguntungkan sama sekali bagi kepentingan atau citra AS mengingat dalam KTT ini disepakati untuk mengecam berbagai bentuk terorisme. GNB juga menyepakati bahwa demokrasi adalah nilai universal yang harus dihormati, tapi dengan syarat tidak ada satu negara atau kawasan pun yang bisa memaksakan nilai tersebut. Satu hal penting dalam KTT adalah seruan segera mereformasi Dewan Keamanan (DK) PBB yang didukung negara-negara anggota, terutama Kuba, Venezuela dan Iran, yang akan mengecam AS atas pengaruhnya terhadap PBB dan atas kebijakan luar negerinya. Pertemuan KTT non blok ini yang sesungguhnya secara substansial bukan lagi gerakan non blok, melainkan gerakan mengeblok AS juga menjadi peristiwa yang penting bagi perkembangan gerakan di dunia untuk melawan hegemoni imperialisme AS antara lain karena perkembangan di Timur Tengah dan Amerika Latin.


Imperialisme dan Kapitalisme AS
-Perdagangan Bebas -
Hugo Chaves
Fidel Castro
Evo Morales
Undang-undang Reformasi kepemilikan tanah
Membentuk koalisi dengan Hugo chaves dan pemimpin kiri
Pengelolaan sumber daya alam oleh pemerintah (nasionalisasi)
Undang-undang Hidrokarbon
Gerakan protes terhadap embargo dagang dan perjalanan
Melegalkan penjualan kokain
Rencana Penjualan pesawat tempur F-16 ke Iran
Menolak zona perdagangan ekonomi

Rencana menggoyang suplai minyak




HUGO CHAVES
Hugo Rafael Chávez Frías adalah Presiden Venezuela yang ke-53 dan yang sedang menjabat saat ini. Sikap anti-AS telah dimiliki Hugo Chavez sejak lama sebelum jadi presiden, Ia telah menjabat sebagai presiden Venezuela sejak tahun 1998. Setelah terpilih sebagai presiden tahun 1998, ia berkali-kali mengalami guncangan pemerintahan. Karenanya ia menunjukkan sikap kirinya, yang membela kepentingan rakyat miskin di negerinya, dan melawan kapitalisme internasional. Dalam kepemimpinannya, Langkah yang diambil oleh Presiden Hugo Chavez adalah mengumumkan serangkaian tindakan yang bertujuan merangsang pertumbuhan ekonomi termasuk di antaranya mengundangkan Undang-undang Reformasi kepemilikan tanah yang menetapkan bagaimana pemerintah bisa mengambil alih lahan-lahan tidur, tanah milik swasta, serta mengundangkan Undang-undang Hidrokarbon yang menjanjikan royalti fleksibel bagi perusahaan-perusahaan yang mengiperasikan tambang minyak milik pemerintah. Kebijakan ekonomi yang dinilai kontroversial terutama menyangkut Undang-undang Reformasi kepemilikan tanah, di antaranya memberi kekuasaan pada pemerintah untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan real estate yang luas dan tanah-tanah pertanian yang dianggap kurang produktif mengundang protes jutaan orang di ibukota, Caracas. Selain itu, pemerintah juga menghapuskan kontrol terhadap nilai tukar uang yang sudah dipertahankan lima tahun dan mengakibatkan turunnya nilai mata uang Bolivar yang jatuh 25% terhadap dolar AS setelahnya. Chavez juga melakukan sejumlah reformasi radikal lainnya, antara lain menolak konsep pasar bebas NAFTA, menggratiskan pendidikan dasar hingga universitas, dan nasionalisasi sejumlah aset swasta yang vital bagi kepentingan umum, termasuk pertambangan minyak. Sebagai negeri penghasil minyak dan batu bara terbesar di Amerika Latin, Chavez juga menaikkan pajak bagi investasi asing di sektor minyak dan gas dari 16,6% menjadi 30%. Dalam sidang-sidang OPEC, Venezuela juga sukses memelopori pengontrolan produksi minyak, sehingga harga tetap stabil. Chavez pun tak ketinggalan melakukan reformasi agraria, karena 60% total luas tanah hanya dimiliki 1% tuan tanah besar[6]. Oleh karena itu, dalam tahun 2002 CIA yang di dukung oleh AS berusaha campur tangan dalam kudeta terhadap kekuasaan yang sah presiden Hugo Chavez, dengan menyokong gerakan yang dilancarkan sejumlah opsir-opsir tentara Venezuela dan kapitalis-kapitalis dalam negeri. Kudeta ini didahului oleh demonstrasi ratusan ribu orang di ibukota Venezuela (Caracas), yang mengepung gedung maskapai minyak negara Petroleos de Venezuela dan istana kepresidenan Miraflores[7]. Kejadian ini mempertajam hubungan AS dan Venezuela.
Sentimen terhadap AS membuat Presiden Venezuela Hugo Chavez, secara blak-blakan menuduh dubes AS untuk Bolivia berusaha menimbulkan pemberontakan militer terhadap sekutu kirinya Presiden Evo Morales. Hal ini terjadi karena dipicu oleh komentar Presiden Bush bahwa dia “prihatin dengan erosi demokrasi” di Bolivia dan Venezuela. Hal ini menambah kuatnya semangat anti AS mereka dan membuat Chavez berada di garis terdepan bagi perubahan ke kiri untuk melawan pengaruh AS di Amerika Latin. Penegas lain keretakan hubungan kedua negara ini adalah ketika AS menjatuhkan larangan penjualan persenjataan kepada Venezuela sebagai reaksi atas hubungan Venezuela yang dekat dengan Iran mengingat Iran juga merupakan ancaman bagi AS dengan adanya pembangunan nuklir dan dikaitkan dengan kasus terrorisme. Alasannya formal AS atas tindakannya ini adalah sikap Caracas yang dinilai tidak bekerja sama dengan baik dalam perang melawan teror yang dikobarkan AS. AS juga memberi perhatian khusus kepada kedekatan Venezuela dengan Iran dan Kuba sebagai salah satu alasan atas keputusan itu. Ketegangan lainnya yang memicu gerakan anti AS adalah pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice yang mengatakan, Venezuela merupakan salah satu masalah terbesar di wilayah itu terutama hubungan Venezuela dengan Kuba yang dianggap membahayakan demokrasi di Amerika Latin.
Menanggapi ancaman tersebut, jika Washington terus mencoba menggoyahkan pemerintah Venezuela maka Venezuela mengancam akan menjual 21 pesawat tempur F-16 ke Iran dan menggoyang suplai minyak[8] Venezuela ke AS dengan menghentikan pemasokan minyak ke negara AS mengingat produksi minyak mentah Venezuela setiap harinya sekitar 3 juta barrel dan 75% -nya menjadi komoditas ekspor. Pendapatan devisa dari hasil ekspor minyak juga berkisar antara 3 miliar dan 4 miliar dollar US setahunnya karenanya, Venezuela menjadi eksportir minyak nomor 5 di dunia, dan 13% kebutuhan minyak AS tiap harinya disupply oleh negara ini[9]. Jadi, jelaslah bahwa minyak merupakan urat nadi untuk negara dan rakyat Venezuela. Hal ini jugalah yang menyebabkan negara ini menjadi sorotan dan perebutan kepentingan berbagai pihak.disamping itu, Chavez juga menunda rencana kebijakan ekonominya yang radikal seperti revisi kontrak dengan perusahaan minyak internasional serta penolakan terhadap Dana Moneter Iinternasional IMF sehingga dia akhirnya bersedia menerima swastanisasi. Namun sikap moderat yang ditempuh Chavez ini tidaklah langsung meredakan perhatian dunia. Ia berkunjung ke Irak, bertemu dengan Saddam Hussein, dan menjadi motor utama dalam pengurangan produksi OPEC untuk mengontrol harga minyak[10].
Selain perlawanan eksternal terhadap AS, presiden Hugo Chavez mulai memupuk kesatuan internal di Amerika Latin dengan menunjukkan bahwa Venezuela di samping menggunakan hasil kekayaan buminya untuk pembangunan sosialisme Bolivar bagi kesejahteraan dan kemajuan rakyatnya, juga untuk membantu negara-negara lain, seperti Kuba, Bolivia dan Argentina. Sikapnya yang terang-terangan anti-AS ini kelihatan sekali selama Forum Sosial Sedunia di Caracas. Berkali-kali ia mengutuk imperialisme AS, dan mengatakan bahwa Bush adalah teroris yang terbesar di dunia. Melihat sikapnya ini, banyak orang menduga bahwa Washington tidak akan membiarkan terus Hugo Chavez menjalankan politiknya untuk membentuk poros Kuba-Venezuela-Bolivia, atau untuk membantu munculnya satu, dua atau tiga Bolivia lainnya di Amerika Latin. Hal-hal yang tidak terduga masih bisa saja terjadi atas diri Hugo Chavez dan kekuasaannya, baik yang berupa aksi-aksi subversi, sabotase ekonomi atau diplomatik, atau bantuan gelap lainnya untuk terjadinya lagi kudeta.


FIDEL CASTRO
Fidel Alejandro Castro Ruz adalah Presiden Kuba saat ini. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Perdana Menteri atas penunjukannya pada Februari 1959 setelah tampil sebagai komandan revolusi yang gagal Presiden Dewan Negara merangkap jabatan sebagai Dewan Menteri Fulgencio Batista pada tahun 1976. Castro tampil sebagai sekretaris pertama Partai Komunis Kuba (Communist Party of Cuba) pada tahun 1965 dan mentransformasikan Kuba ke dalam republik sosialis satu-partai dan selain tampil sebagai presiden, ia juga tampil sebagai komandan Militer Kuba inilah yang memicu ketidaknyamanan AS .
Di luar Kuba, Castro mulai menggalang kekuatan untuk melawan dominasi Amerika Serikat dan bekas negara Uni Soviet. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, cita-cita dan impiannya mulai diwujudkan dengan bertemu Hugo Chávez di Venezuela dan Evo Morales dari Bolivia. Persahabatan mereka sangat dekat seperti apa yang dilakukan oleh Chavez yang langsung menyerang kebijakan sanksi-sanksi Washington atas Kuba yang diumumkan AS. Washington menegaskan, akan mengurangi tingkat sirkulasi dolar untuk menguras uang cash Kuba. Sanksi itu juga termasuk meningkatkan dukungan bagi kalangan oposisi Kuba yang secara garis politik berseberangan dengan Fidel Castro, menurut Castro ini adalah bentuk terorisme negara.[11]
Presiden Kuba Fidel Castro juga memimpin puluhan ribu warganya melancarkan protes terhadap kebijakan baru Amerika hendak memperketat embargo dagang dan perjalanan ke negeri pulau itu. Peraturan Amerika membatasi perjalanan ke Kuba tidak mengenal kasihan dan tidak berprikemanusiaan. Sesuai peraturan, warga Amerika asal Kuba hanya dibolehkan mengunjungi Kuba sekali dalam tiga tahun, tidak tiap tahun. Peraturan juga mengurangi pengiriman uang yang boleh dilakukan warga Amerika asal Kuba kepada keluarga atau famili mereka di Kuba. Tujuan peraturan ini ialah selain ingin sanksi ekonomi Amerika tadi diharapkan melemahkan sistem sosialis Kuba, juga ditujukan untuk memungkiri Kuba memperoleh dolar Amerika dan pada gilirannya mempercepat berakhirnya pemerintahan Castro.[12]
Aliansi kebangkitan Sosialisme Amerika Latin sebenarnya tidak lepas dari perlawanan berpuluh-puluh tahun Fidel Castro terhadap Amerika Serikat, dan hal ini dipicu lagi dengan percobaan kudeta terhadap Hugo Chavez di Venezuela tahun 2002 oleh AS yang dicurigai melibatkan campur tangan CIA. Hal lain yang meningkatkan perjuangan aliansi ini adalah resep ekonomi liberal yang dipelopori oleh AS liberal dengan segala kepentingannya yang diterapkan oleh lembaga moneter internasional di ekonomi negara ini dan Amerika Latin ternyata memperburuk kondisi ekonomi negara-negara Amerika Latin, Hampir di seluruh Amerika Latin kemiskinan makin melilit, hal ini karena resep ekonomi liberal gagal menciptakan kesejahteraan, yang dirasakan adalah eksploitasi dan hutang yang semakin menumpuk. Puncak perlawanan ekonomi poros Amerika Latin adalah ditolaknya rencana zona perdagangan bebas pada KTT negara-negara benua Amerika. Dan dimulailah pernyataan Anti Amerika di seluruh Amerika Latin yang dipimpin oleh Castro dan teman-teman.




EVO MORALES

Juan Evo Morales Ayma, ketika ia melihat bahwa perjuangan sosial di kalangan petani-petani coca ini perlu ditingkatkan menjadi gerakan politik, maka partai yang bernama MAS yang dipimpin Evo Morales menjadi kekuatan politik yang terbesar dan terkuat di Bolivia, yang menggiringnya menjadi Preseden Bolivia melalui kampanyenya yang terang-terangan mengutuk kejahatan-kejahatan perusahaan-perusahaan multinasional, mengkritik praktek-praktek neoliberalisme dan globalisasi yang dilakukan oleh IMF, Bank Dunia, dan WTO, Evo Morales juga banyak bicara tentang pentingnya negara Bolivia sebagai pengontrol pengelolaan gas bumi, yang merupakan cadangan besar sekali di benua Amerika Latin dan menurutnya, Bolivia dapat mengelolanya sendiri sehingga tidak kembali diperas oleh pihak luar seperti yang pernah dialami Bolivia dimana sejarah penjajahan Spanyol di Bolivia menunjukkan bahwa penjarahan besar-besaran kekayaan bumi Bolivia yang berupa timah hanya untuk kekayaan kapitalis-kapitalis Spanyol, sedangkan orang-orang dari suku Indian, yang merupakan majoritas penduduk, tidak mendapat apa-apa atau sedikit sekali. Inilah yang membuat Morales tidak menyukai kapitalisme.
Terpilihnya Evo Morales sebagai presiden Bolivia[13] membawa tantangan baru bagi kebijakan pemerintahan George W Bush di Amerika Latin. Popularitas Amerika di kawasan ini terus merosot, sementara ideologi kiri makin kuat. Amerika Serikat berusaha menjatuhkan citra Evo Morales sejak dia tampil ke permukaan. Morales menyebut Gerakan Menuju Sosialisme pimpinannya sebagai ''mimpi buruk'' bagi Washington.[14] Namun, Morales juga mengisyaratkan bahwa dia dapat pula menempuh kebijakan pragmatis. Analis berpendapat, Amerika Serikat tidak perlu terlalu jauh masuk ke dalam konfrontasi. Kemenangan pemilu Morales makin menambah barisan kekuatan kiri di Amerika Latin. Orang-orang Amerika Latin sudah tidak percaya dengan kebijakan ekonomi pasar bebas karena tidak berdampak meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin.[15]
Pada masa reformasi ekonomi di tahun 1990-an, Morales ikut menyumbangkan keberhasilan perekonomian Bolivia yang kian meningkat dalam produksi dan penyelundupan narkoba internasional. Hal yang memicu ketersendatan dan ketidaklancaran adalah ketika pemerintahan Presiden Hugo Banzer mengupayakan penghapusan narkoba yang didukung Amerika Serikat pada pertengahan 1990-an. Mulai saat itu muncul berbagai ketegangan disertai banyak bentrokan dan protes.
Kritik keras terhadap Amerika Serikat adalah Masalah kokain yang terus dipertentangkan oleh AS di Bolivia, menurut Morales harus dipecahkan pada sisi konsumsinya, bukan dengan mengatur tanaman koka, yang sudah legal di daerah-daerah tertentu di Bolivia. Ideologi Morales tentang narkoba dapat diringkas menjadi "daun koka bukanlah narkoba". Kenyataannya, mengunyah daun koka telah menjadi tradisi bagi masyarakat setempat (Aymara dan Quechua) dan pengaruh obatnya tidak sekuat kafein yang terdapat di dalam kopi, namun bagi banyak rakyat Bolivia yang miskin ini dianggap sebagai satu-satunya cara untuk bekerja terus sepanjang hari. Praktek mengunyah daun koka oleh penduduk pribumi di Bolivia sudah berlangsung lebih dari 1000 tahun dan tidak pernah menimbulkan masalah narkoba di masyarakat mereka. Itulah sebabnya Morales percaya bahwa masalah kokain harus diselesaikan pada sisi konsumsinya, bukan dengan membasmi perkebunan koka[16].
Pemerintahan Morales sangat berbeda pendapat dengan Amerika Serikat dalam masalah undang-undang anti narkoba dan kerja sama antara kedua negara itu, namun mereka telah mengungkapkan keinginan untuk bekerja sama dalam membasmi perdagangan narkoba. Sean McCormack dari Departemen Luar Negeri AS memperkuat dukungan terhadap kebijakan anti narkoba Bolivia, sementara Morales menyatakan akan menerapkan kebijakan nol kokain, nol perdagangan narkoba, namun bukannya nol koka[17].
Dalam pertemuan di Havana, Chavez mendapatkan dua kali kesempatan menyampaikan pidatonya secara spontan Inti pidatonya, Chavez menyerukan bahwa KTT GNB di Kuba ini harus menjadi awal berubahnya peta kekuatan dunia. Caranya, para ilmuwan, ekonom, dan pakar di segala bidang harus bersatu membuat langkah mengatasi berbagai ketinggalan yang dialami negara-negara miskin.[18]

Kesimpulan Presiden Venezuela Hugo Chavez adalah kekuatan pendorong di balik perubahan sikap Amerika Latin. Pada tahun 1998 Chavez terpilih sebagai presiden dan langsung jelas bahwa ia tidak begitu suka politik Amerika Serikat. Sejak saat itu Chavez mendorong lebih banyak kerjasama antara negara-negara kawasan, untuk mencegah campur tangan Amerika Serikat. Kuba dan Bolivia langsung memanfaatkan syarat menguntungkan untuk bisa membeli minyak Venezuela. Kedua negara memang sangat miskin. Menurut Maarten-Jan Bakkum dari ABN AMRO, Kuba sebelumnya sudah mendapat banyak dukungan dari Venezuela. Dan persetujuan yang sekarang hanyalah kepastian bahwa sebelumnya minyak murah Venezuela sudah mengalir ke Kuba. Ketiga pemimpin juga sepakat bahwa tarif perdagangan diturunkan, karena akan menggalakkan ekspor. Ini terutama adalah proyek Venezuela, proyek Chavez. Dan ia punya ambisi besar untuk memperluas pengaruhnya di seluruh wilayah Amerika Latin untuk menggerakkan anti AS. Dan tentu saja tindakan ekspansionis ini akan bergerak dari harga minyak, apakah usaha Chavez ini berhasil atau tidak, pertanyaan terbesar tentu saja apakah lebih banyak negara Amerika Latin yang akan bergabung dalam blok perdagangan baru tadi. Itu sangat tergantung dari pemilu presiden dilangsungkan di Peru, Meksiko, Nikaragua, Brazil, dan Kolombia. Apabila calon-calon kubu kiri menang, maka ini bisa berarti tambahan dukungan untuk Chavez. Pada saat ini yang paling penting bagi Amerika Latin adalah pertumbuhan ekonomi Cina yang pesat dan juga negara-negara lain yang makin butuh bahan-bahan mentah. Amerika Latin adalah wilayah dunia yang punya banyak cadangan bahan mentah. Untuk sejumlah negara ini bukan hanya minyak, tetapi juga produk-produk pertanian lainnya, seperti bijih besi di Brazil dan tembaga di Chili[19]. Pada saat ini benua tersebut sedang naik ekonominya, sebagian besar karena banyaknya permintaan dari Cina dan negara-negara berkembang Bertambahnya permintaan bahan-bahan mentah sangatlah menunjang rasa percaya diri negara-negara Amerika Latin mengingat mereka telah memiliki pengalaman yang burk dengan AS dan mereka akan terus menjaga agar terrorisme AS tidak lagi terulang dan untuk itu, mereka harus memperkuat hubungan intern di Amerika Latin, berjuang bersama untuk mengatasi masalah-masalah mereka lepas dari campur tangan AS walaupun tidak menutup kemungkinan berhubungan dengan negara calon kekuatan dunia baru seperti Cina. Untuk itu, Amerika Latin memerlukan sosok pemimpin yang berani membela kepentingan negara dan warganya dan tegas dalam bertindak seperti trio poros anti AS dari Venezuela, Kuba dan Bolivia














DAFTAR PUSTAKA


WEBSITE
http://www.mail-archive.com
http://www.suaramerdeka.com
http://swaramuslim.net
http://www.vhrmedia.net
http://www.voanews.com
http://id.wikipedia.org

[1] http://www.mail-archive.com/bhinneka@yahoogroups.com/msg00682.html 13 Oktober 2006 pukul 15.15
[2] http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=962&lang= diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.50
[3] Forum Sosial Dunia yang diadakan di Caracas antara tanggal 24 Januari sampai 29 Januari 2006 yang dihadiri oleh lebih dari 70. 000 orang dari berbagai negeri di dunia dan sekitar 5000 pekerja pers internasional dan media massa lainnya. Ribuan wakil atau delegasi LSM dari banyak negeri di dunia telah hadir dalam pertemuan besar ini. World Social Forum di Caracas ini, yang merupakan yang ke-6, sebagai kelanjutan yang diadakan di Porto Allegre (Brasilia) dalam tahun 2001 dan yang terakhir di Bamako (Mali)
[4] http://opini.wordpress.com/tag/gnb/ diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.43
[5] http://www.mail-archive.com/berita@listserv.rnw.nl/msg01127.html diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.44
[6] http://www.freelists.org/archives/nasional_list/09-2005/msg00121.html diakses tanggal 13 oktober 2006 pukul 15.07
[7] http://www.mail-archive.com/bhinneka@yahoogroups.com/msg00327.html diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.47
[8]http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=248810&kat_id=7&kat_id1=&kat_id2= dikases tanggal 13 Oktober 2006 pukul 14.57

[9] http://www.mail-archive.com/bhinneka@yahoogroups.com/msg00327.html diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.47
[10] Ceritanet, situs nir-laba untuk karya tulis oleh Liston Siregar, edisi 13, Jumat 1 Juni 2001
[11] http://swaramuslim.net/more.php?id=A1851_0_1_0_M diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.09
[12] http://www.voanews.com/indonesian/archive/2004-06/a-2004-06-22-4-1.cfm diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.36
[13] Sebagai pemimpin para cocaleros, Morales terpilih menjadi anggota Kongres Bolivia pada 1997. Ia mewakili provinsi Chapare dan Carrasco de Cochabamba dengan 70% suara di distrik itu. Ini merupakan jumlah terbanyak di antara 68 anggota parlemen yang terpilih langsung dalam pemilu tersebut.
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/Evo_Morales diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.40
[15] http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/21/int1.htm diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.51
[16] http://id.wikipedia.org/wiki/Evo_Morales 15.40 diakses tanggal 13 oktober 2006 pukul 15.40

[17] Ibid.
[18] http://www.mail-archive.com/bhinneka@yahoogroups.com/msg00682.html diakses tanggal 13 Oktober 2006 pukul 15.15
[19] http://www.mail-archive.com/berita@listserv.rnw.nl/msg01127.html dikases tanggal 14 September 2006 pukul 15.44

Tidak ada komentar: